26 October, 2008

Are U A Debt Diva?

Hutang dulunya adalah sesuatu yang ditakuti para perempuan. Sekarang telah menjadi sebuah norma. Tetapi hati-hati, cepat atau lambat kita semua tetap harus membayar.

Dibawah ini sekelumit cerita contoh, tentang hutang yang bagaimanapun akan menyeret kita, terutama kaum perempuan yang suka berhutang hanya untuk memenuhi keinginan untuk memiliki sesuatu.

Yuliana, 28, bekerja sebagai public relations. Penghasilannya sekitar Rp 65 juta per tahun dan ia masih tinggal dengan orang tuanya. Yuliana memiliki hutang hampir mencapai Rp 67 juta. Ia memiliki cicilan di bank dan tiga kartu kredit, tetapi ia masih tidak percaya keuangannya bermasalah. “Saya masih sanggup membayar cicilan minimum yaitu sekitar Rp 3 juta sebulan, jadi saya baik-baik saja,” ujarnya. “Ada banyak sekali barang yang perlu saya beli, seperti komputer baru, dan dengan pekerjaan ini, saya diharapkan berpenampilan oke, jadi sepertinya saya banyak belanja pakaian,” ia mengaku.



Dan tidak ketinggalan aksesoris. Tahun lalu Yuliana mengeluarkan sekitar Rp 6 juta untuk sebuah tas Louis Vuitton Neverfull GM, dan saat menghitung terakhir kali ia memiliki lebih dari 60 pasang sepatu. Seseorang yang memiliki hutang lebih dari penghasilan per tahunnya mungkin akan tergerak akan mengurangi gaya kehidupan sosialnya, tetapi Yuliana tidak demikian. “Kesanalah saya menghabiskan sebagian besar uang saya,” ungkapnya. Hang out di Jakarta bisa sangat mahal. Saya bisa dengan mudah menghabiskan Rp 500.000 semalam, bahkan bisa lebih. Memang ini salah saya. Saya suka pergi ke tempat-tempat bagus dimana saya harus membayar Rp 200.000 untuk segelas wine.

Hutang dulunya menjadi sesuatu yang kita takutkan. Sekarang telah menjadi norma, sesuatu yang tidak terlalu kita pikirkan sementara kita terus mengeluarkan uang. Biasanya, jika berhubungan dengan uang, perempuan tertinggal dari laki-laki: kita berpenghasilan lebih sedikit, kita berinvestasi lebih sedikit dan kita menabung lebih sedikit. Tetapi jika sudah sampai ke spending, sepertinya perempuan lebih boros. Survey menunjukkan Yuliana bukanlah kasus yang luar biasa. Empat dari lima perempuan dibawah usia 25 tahun terus membelanjakan uang lebih dari penghasilan mereka setiap bulannya. Lebih mengkhawatirkan lagi adalah kenyataan bahwa banyak perempuan muda tidak melihat hutang sebagai masalah serius. Yuliana percaya ia bisa membayar hutang-hutangnya jika penghasilannya meningkat. Tetapi ia mengaku tidak ada seorangpun yang tahu besar hutangnya sekarang.

Debt counselor dan penasihat keuangan mengatakan perempuan seperti Yuliana yang memiliki banyak hutang di masa mudanya – dan percaya mereka bisa membayar hutang-hutang tersebut – sebenarnya menumpuk masalah dimasa depan. “Semua orang berpikir mereka akan memenangkan lotere,” ujar Mark Dampier dari Hargreavers Landsdown, sebuah perusahaan penasehat keuangan di Inggris. “Tetapi kenyataannya adalah Anda bisa saja menjalani hidup seperti istri para pemain sepak bola Inggris selama lima tahun, tetapi Anda akan menghabiskan 50 tahun ke depan untuk membayarnya.”

Selain itu, kita bisa saja menyabotase masa depan kita sendiri. “Menceburkan diri ke dalam hutang yang serius dapat membatasi seluruh kehidupan Anda,” ujar Phillippa Gee dari Torquil Clark, sebuah perusahaan penasehat keuangan di inggris lainnya. “Nantinya Anda bisa-bisa tidak sanggup menikmati liburan yang diinginkan. Bahkan bisa berakibat lebih parah lagi, Anda bisa saja tidak mampu memiliki anak jika dilihat dari segi financial.”

Tetapi mengapa perempuan muda senang berhutang? Beberapa ahli mengatakan hal ini karena kita sangat konsumtif, terobsesi dengan selebriti. Kita tahu apa yang dikenakan artis “A” weekend lalu, berapa harganya dan dimana ia membelinya. Secara instant tersedianya kartu kredit berarti weekend berikutnya kita bisa juga membelinya.

Jackie Newton general manager dari Chiltern Debt Management, Inggris, mengatakan, “Perusahaan kartu kredit juga patut disalahkan.” Ada banyak peminjaman yang tidak bertanggung jawab juga. “Saya sudah bergerak dalam bisnis ini selama 8 tahun dan masih terkejut mengetahui bahwa banyak orang memiliki kartu kredit padahal jelas-jelas mereka tidak mampu membayarnya.” Perusahaan kartu kredit cenderung meminjamkan berdasarkan bagaimana cara Anda membayar dimasa lalu-daripada melakukan analisis detail tentang pemasukan dan pengeluaran Anda.

Tidak hanya semakin banyak orang berhutang, masalah dari hutang yang ekstrim juga semakin parah. Jadi, coba tahan godaan untuk menggesek kartu kredit, atau Anda akan terlilit hutang lebih dalam. Anda bisa membaca buku-buku keuangan seperti The Money Goddes: The Complete Financial Makeover oleh Paula Hawkins, untuk belajar mengatur keuangan Anda.

SAYA BERHUTANG RP 150 JUTA SAAT BERUSIA 30 TAHUN

Dewi, 33, adalah penabung yang cermat saat ia berusia 20-an. Ia bekerja sebagai manager di perusahaan multinasional. Kehidupan Dewi tampak teratur pada jalurnya ketika sekitar 7 tahun lalu, ia bertemu dengan seorang laki-laki jatuh cinta, dan kemudian menikah. “Kami menyicil sebuah apartemen bersama, dan itu menghabiskan semua tabungan saya,” ujar Dewi. Sejak saat itu hutangnya mulai bertambah. “Ketika kami sudah menempati apartemen tersebut, saya langsung mulai mendekorasi. Sayapun mengambil pinjaman di bank dan memiliki beberapa hutang kartu kredit. “Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil pinjaman untuk membayar semua kartu sehingga hutang saya hanya terfokus pada satu cicilan. Masalahnya adalah ketika kartu-kartu tersebut sudah kosong, saya mulai menggunakannya lagi.”

Bersamaan dengan bertambahnya hutang, Dewi harus menghadapi masalah besar dalam perkawinannya. Suaminya berselingkuh dengan perempuan lain, dan telah melahirkan seorang anak dari perselingkuhan tersebut, ”Dia memilih perempuan itu karena mereka sudah memiliki anak,” ungkapnya. Kemudian Dewi mengetahui apartemen yang mereka beli bersama adalah sepenuhnya atas nama sang suami, ia yang mengurus pembelian properti dan tidak mencantumkan nama Dewi pada akte apartemen.

Dewi keluar dari apartemen tersebut dan terpaksa tinggal di rumah kos. “Tagihan-tagihan berdatangan dan saya tidak bisa membayarnya,” kata Dewi. Setiap bukan saya harus membayar sekitar Rp 2 juta lebih banyak dari penghasilan saya, dan hutang-hutang terus bertambah. Hutang tersebut pada akhirnya mencapai Rp 150 juta. “Saya sempat berpikir untuk bunuh diri, saya kira tidak ada jalan keluar lain.”

Untungnya Dewi mendapatkan bantuan dari sebuah perusahaan penasehat keuangan. Penasehat keuangannya memeriksa semua keadaan keuangan saya, mulai dari berapa hutang saya sampai berapa sering saya memotong rambut.” Kemudian Dewi dibantu untuk mengatur pembayaran hutang-hutangnya serta keuangan. Jika semuanya sudah selesai, sepertinya dia tidak akan membuat kartu kredit lagi. “Saya sudah muak berhutang,” ungkap Dewi.

HOW TO STAY OUT OF DEBT:

  • Gunakan uang tunai jika Anda cenderrung overspend. Lebih susah mengeluarkan uang tunai daripada kartu kredit
  • Buat money diary untuk melihat dimana letak kesalahan Anda.
  • Buatlah budget dan pastikan Anda tidak lari dari situ.
  • Hati-hati dengan transfer balance: jika Anda memindahkan hutang kartu kredit ke kartu kredit baru dengan balance 0 persen, jangan gunakan kartu tersebut sampai hutang kartu selesai dibayar. Kebanyakan perusahaan kartu kredit menggunakan pembayaran bulanan untuk membayar kembali hutang terendah Anda, sehingga hutang tertinggi meningkatkan bunga.
  • Hubungi penasehat keuangan yang terpercaya.

0 Comment:

Post a Comment

Thanks for Visiting This Blog. Please come Again soon.
Don't do Spamming, Scamming, Virussing, Phissing, ntar jadi Pusing.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More