21 October, 2008

Guys WILL be GLAMS

Menurut Ve Handojo laki-laki sudah rajin pergi ke spa, sudah semakin brand-minded. Lelaki juga mengerti apa bedanya twilly dan sapu tangan. You have problem with that?

Mereka-mereka yang jauh lebih beruntung malah lebih glam lagi.mereka menerbangkan penjahit kelas dunia dari Italia dan London untuk mengukur badan, lantas memesan macam-macam setelan jas dalam jumlah besar. Sepuluh setelan untuk di rumah musim panas, sepuluh sepuluh setelan untuk di apartemen di Soho, dan seterusnya. Lantas, semua diberi inisial yang didesain oleh artis kelas dunia juga. Bukan hanya setelan jas yang custommade, tapi juga mobil sport dan pesawat jet pribadi.



Yes, we love the glam life, girls! Tolong diingat bahwa tampil glaour bukanlah hak eksklusif perempuan. Sejak zaman Cary Grant sampai David Beckham, lelaki sangat peduli pada penampilannya. Pahlawan kami adalah James Bond yang setelannya tetap membentuk siluet seorang lelaki yang sempurna, walaupun asyik berjumpalitan menyelamatkan dunia dari bencana. Atau Batman yang adalah alter ego seorang jutawan playboy yang piawai mengenakan black tie. Jagoan macam Rambo dan Rocky sudah lewat zamannya karena kekerasan fisik sudah semakin berada jauh di bawah intelektualitas.

Dan-maaf!-hal ini bukanlah sesuatu yang baru. Lelaki sudah “genit” sejak abad ke-18 ketika mereka asyik mengenakan legging, celana tiga perempat, rompi dengan bordiran yang “berat”, bolero, dan wig kriwil-kriwil. Pemakaian bedak wajah dan perona bibir juga sudah dikenal sejak saat itu.

Masa-masa peperangan dan depresi menghapuskan fashion yang extravagant itu sejenak. Namun, sekarang ekonomi dunia sedang merambat ke puncaknya lagi. Bilioner yang menambang emas secara digital tidak perlu lagi kostum “perang” yang sesuai dengan aktivitasnya. Mereka bisa pakai apa saja, mulai dari jins sampai kulotnya Yohji Yamamoto.
Nah, kami mulai jengah ketika maam-macam label mulai ditempelkan di dahi kami, mulai dari dandy, metroseksual, uberseksual, sampai banci! Oh, come on! Kenapa kalau lelaki ingin tampil glam harus ada labelnya? Kenapa kalau saya pakai sepatu kets warna emas harus ada pertanyaan, “Mau pesta di mana? Kenapa waktu teman saya bawa tote bagke kantornya harus ada pertanyaan, “Habis dari pasar, Bung?

Belum lama ini saya menyaksikan sebuah pemandangan indah di dalam butik Ermenegildo Zegna. Seorang istri dan anaknya yang sudah lewat masa ABG tengah duduk dengan sabar menanti sang kepala keluarga memilah-milah setelan. Berhubung mereka masih kerabat, tentu saya masuk dan menyapa, sambil ikut memberi pendapat tentang setelan-setelan tersebut. Lelaki berusia 50-an itu keukeuh harus mendapatkan setelan Zegna baru. Ia memberi petuah yang sudah tidak asing lagi di telinga saya, “Hei, anak muda! Semua lelaki harus memiliki setidaknya satu setelan Zegna.”

Saya ternganga, seolah mendapatkan seorang figure ayah baru. That’s what I’m talking about! Bukan masalah kesetiaan pada merek tertentu, tapi ini bukti nyata tentang kayanya wawasan seorang lelaki dewasa (yang seharusnya “non-modern”) dalam hal penampilan yang prima. Kerabat jauh saya ini sudah lewat masa-masa “mejeng” (muda), sudah mapan, namun kalau soal penampilan ia tetap tidak mau asal mengenakan t-shirt polyester bermotif ajaib.

Tampil maksimal untuk lelaki sudah tidak perlu alasan macam-macam lagi. Ini kodrat kami juga, kok. Lelaki tidak perlu punya alasan “pergi ke pesta setelah jam kerja”, untuk pergi pagi-pagi mengenakan setelan Calvin Klein dan silver skinny tie. Tidak butuh lagi label metroseksual untuk mengenakan krim wajah setiap pagi dan malam. Tidak perlu lagi cerita “belanja ke pasar” untuk membawa tote bag ke kantor. It’s just fashion, dan fashion tidak selalu butuh alasan. Suka atau tidak suka, guys will be glam.

0 Comment:

Post a Comment

Thanks for Visiting This Blog. Please come Again soon.
Don't do Spamming, Scamming, Virussing, Phissing, ntar jadi Pusing.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More